Sabtu, 23 Februari 2013

INDONESIA BERASAS NEGARA HUKUM


Ada satu asas yang merupakan pasangan logis dari asas demokrasi yaitu asas negara hukum, artinya bagi suatu negara demokrasi pastilah menjadikan pula “hukum” sebagai salah satu asasnya yang lain. Alasannya karena jika suatu negara diselenggarakan dari, oleh dan untuk rakyat, maka untuk menghindari hak rakyat dari kesewenang-wenangan dan untuk melaksanakan kehendak rakyat bagi pemegang kekuasaan negara haruslah segala tindakannya dibatasi atau dikontrol oleh hukum, pemegang kekuasaan yang sebenarnya tak lain hanyalah memegang kekuasaan rakyat, sehingga tidak boleh sewenang-wenang. Disebutkan bahwa negara hukum menentukan alat-alat perlengkapannya yang bertindak menurut dan terikat kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan terlebih dahulu yang dikuasakan untuk mengadakan peraturan-peraturan itu. (Simposium; 159).
Demikian juga Indonesia yang dengan tegas telah memiliki bentuk demokrasi yakni dengan ketentuan terletaknya kedaulatan ada di rakyat, jelas tak lepas dari konsekuensi untuk menetapkan pula “negara hukum” maupun di dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 tidak disebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum tidak seperti asas demokrasi yang jelas-jelas disebutkan di dalam alinea IV dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tapi sekalipun begitu ada dua bukti otentik dan konstitusional bahwa Indonesia berasas negara hukum, yakni disebutkannya secara eksplisit di dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat)”; kedua, bila dikaitkan dengan ciri-ciri dari negara hukum negara Indonesia sudah memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai negara hukum.
Ciri dari negara hukum yang pertama dari negara hukum adalah adanya pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia. Tentang ciri ini bisa kita temui jaminannya di dalam pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu di dalam pembukaan alinea I bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, kemudian di dalam alinea IV disebutkan pula salah satu dasar yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab”, sedangkan di dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dapat kita temui beberapa pasal seperti Pasal 27 (persamaan kedudukan setiap warga negara di dalam hukum dan pemerintahan serta persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak), Pasal 28 (jaminan kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran), Pasal 31 (jaminan hak untuk mendapatkan pengajaran). Jadi tentang ciri pertama ini sudah terpenuhi.
Sebagai ciri yang kedua dari negara hukum adalah adanya peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak. Untuk ciri kedua ini dapat dilihat Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang”.
Di dalam penjelasan terhadap Pasal 24 ini dijelaskan bahwa “kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah”. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan di dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim. Dengan begitu maka untuk ciri kedua negara hukum dapat dipenuhi oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun ciri ketiga dari negara hukum adalah legalitas dalam arti hukum segala bentuknya. Ini dimaksudkan bahwa untuk segala tindakan seluruh warga negara, baik rakyat biasa maupun penguasa haruslah dibenarkan oleh hukum. Di Indonesia berbagai peraturan untuk segala tindakan sudah ada ketentuannya, sehingga untuk setiap tindakan itu harus sah menurut aturan hukum yang telah ada. Untuk mengamankan ketentuan tersebut maka di Indonesia telah dibentuk berbagai badan peradilan untuk memberi pemutusan (peradilan) terhadap hal-hal yang dianggap melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh hukum.
Jadi semua landasan yang menjadi ciri dari negara hukum dapat ditemui di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sehingga untuk disebut sebagai negara hukum Undang-Undang Dasar 1945 cukup memberikan jaminan. Yang sering menjadi persoalan adalah pelaksanaannya di lapangan kerapkali menimbulkan pertanyaan tentang relevansinya.               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar